Jadilah Orangtua Tiada Dua

Berbicara pembangunan keluarga, saya kemudian teringat almarhum ayah. Bagaimana ayah membangun keluarganya dengan baik, bahkan sangat baik. Ayah bukan sekedar memberi saya nafkah, baik lahir maupun batin. Tetapi, lebih dari itu. Meski pertemuan saya dan ayah tidak lama, tetapi berbagai pengalaman yang ayah ajarkan atau contohkan masih membekas di benak. Susah sekali untuk hilang. Bagaimana ayah membangun karakter setiap anaknya. Tidak berlebihan, jika ayah saya nobatkan sebagai orangtua tiada dua. Banyak cara yang dilakukan ayah dalam membangun keluarganya hingga menjadi keluarga yang harmonis.

Almarhum Ayah
Mendongeng  
Mendiang ayah saya adalah seorang pedagang buku. Pelbagai jenis buku bacaan ayah jual, mulai dari buku kuliah, buku pelajaran sekolah, majalah, tabloid, dan lain sebagainya. Jika ada buku kumpulan dongeng yang menarik, tidak ayah jual. Tiap libur, ayah akan selalu membagi waktunya untuk kami. Ayah kemudian mengumpulkan saya dan saudara lainnya di teras rumah. Lalu, ayah akan mendongeng. Dongeng ayah memang unik. Ayah akan memeragakan setiap cerita yang ada. Saat ada bagian cerita yang lucu, kami akan tertawa. Ketika ada potongan cerita yang sedih, mimik wajah kami pula ikut sedih - ketakutan.

Sehabis mendongeng, ayah akan menyampaikan hikmah di balik cerita yang disampaikan. Kalau sudah begitu, kami akan manggut-manggut saja – mengisyaratkan kami setuju. Sebelum bubar, seperti biasanya ayah akan membagi kue atau permen. Jika cuma dikasih satu atau dua, saya akan merengek meminta lebih. Saudara yang lain ikutan. Ayah kemudian dengan halus bilang seperti ini; “Ayo, dongeng yang ayah sampaikan tadi mengajarkan tentang apa?” “Jangan serakah ayah!” jawab kakak perempuan saya.

Saat Saya Mendongeng di SOS Children's Villages Bali
(Sumber; Dok Pribadi)
Saya lantas diam. Tidak berani lagi meminta lebih. Pokoknya ketika saya atau saudara lainnya berlaku aneh, semisal berbohong, tidak bertanggungjawab, mengingkari janji, dan lain sebagainya ayah langsung menegur kami dengan pelan. Ayah akan mengingatkan kembali hikmah dongeng-dongeng yang telah disampaikan. Kalau sudah begitu, kami akan memeluk ayah atau sebaliknya. Ayah akan merangkul, mengusap kepala, mencium, dan menggendong kami. Pada posisi ini, saya merasa bangga sekaligus bahagia. Secara tidak langsung, dengan cara mendongeng yang dilakukan ayah, ikatan emosional saya, saudara, dan ayah terjalin dengan kuat.

Kini, setelah saya tumbuh dewasa, saya semakin menyadari. Kenapa saat saya kecil ayah suka sekali mendongeng. Pasalnya lewat bermacam dongeng yang ayah sampaikan, beragam karakter kehidupan pula yang ayah tanamkan kepada kami. Sebagaimana karakter-karakter tersebut secara tidak langsung mengubah kehidupan kami menjadi lebih baik. Disamping dengan mendongeng, menambah wawasan serta pengetahuan kami.

Saya Mendongeng Bareng Anak-Anak Tetangga
Sumber; Dok Pribadi
Untuk meneruskan cara unik ayah dalam membangun keluarga, saya ikutan mendongeng kepada para keponakan. Atau, jika ada waktu luang, saya akan memanggil anak-anak sekitar rumah, kemudian setelah mereka berkumpul saya akan mulai mendongeng. Meski cara mendongeng saya tidak sebagus ayah, tetapi saya berusaha berkontribusi memberikan yang terbaik. Tujuannya tidak lain, agar bisa mengubah karakter keponakan atau anak-anak sekitar rumah saya menjadi lebih baik. Sebenarnya selain mendongeng, banyak cara untuk memupuk karakter anak menjadi lebih bagus, tetapi inilah pola ayah saya. Dan, kami pun menyukainya.

Komunikasi Melalui Diskusi
Dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan keluarga, ayah selalu melibatkan anak dan istri. Meski seorang pemimpin dalam keluarga, ayah tidak serta merta mengambil keputusan sendiri. Ini yang membuat saya kagum. Misalnya saja, ketika kami ingin liburan di akhir pekan. Ayah selalu memanggil kami. Kemudian kami akan bermusyawarah. Ayah akan menjadi pendengar yang baik. Lantas ayah akan mencari suara terbanyak. Ketika telah didapat suara terbanyak, ayah akan menurutinya.

Disamping itu, ayah akan memberikan kebebasan menentukan keinginan yang hendak dicapai pada setiap anak. Namun, tetap dalam arahannya. Kami akan diajak berdiskusi empat mata di ruang tengah. Lalu di sana, ayah akan bertanya kepada kami mengenai permasalahan dan keinginan kami (anak-anaknya). Di akhir diskusi, ayah akan memberikan solusinya. Jika keinginan kami berlebihan, ayah tidak langsung mengolok kami. Tetapi ayah mempunyai cara yang manis saat mengatakan keinginan kami terlalu besar. Namun apabila keinginan kami sesuai dengan pemikiran ayah, ayah sangat mendukung. Bahkan, ayah akan memujinya.

Berikutnya, kala kami dilanda permasalahan. Ayah tidak langsung ikut menyelesaikan permasalahan yang kami hadapi. Tetapi ayah hanya memberikan jalan keluarnya. Seterusnya tinggal kami yang mengatasinya sendiri.  

Ayah juga terkenal tegas. Hal itu terbukti ketika adik lelaki saya meminta beli bola. Sementara bola di rumah cukup banyak. Uniknya ayah tidak langsung memarahi. Tetapi ayah menjelaskan kepada adik saya dengan lembut, namun tetap dengan tenang tanpa menyakitkannya. Atau di lain kesempatan, ketika saya mendapat tugas dari guru saat SD dulu untuk menggambar alat transportasi. Lantas, saya meminta ayah menggambarnya. Sayangnya, ayah tidak langsung menuruti permintaan saya. Atau bahkan membentak agar menggambar sendiri. Padahal kami tahu, ayah itu pandai menggambar.

Ayah kemudian mendekati saya. Lantas ayah akan merangsang pikiran saya. Jika ingin menggambar sebuah mobil, buatlah garis lurus, kemudian hubungkanlah dengan garis berikutnya, demikian kata ayah menstimulus pikiran saya. Ayah pernah bilang, jika apa-apa permintaan atau keinginan anak cepat dituruti, akan mendidik anak menjadi pribadi yang malas, manja, dan pasif. Dan bagi saya, inilah cara yang jitu untuk membangun karakter anak-anak di keluarga agar menghasilkan keluarga berkualitas.

Menjadi Contoh Bagi Anak
Setiap memberi nasehat kepada kami, ayah bukan hanya sekedar melalui ucapan saja, melainkan ayah buktikan dengan tindakan. Misalnya saja, ayah selalu mencontohkan untuk senantiasa berdoa di segala aktivitas. Oleh karenanya, ketika diantara kami lupa berdoa saat makan atau beraktivitas lainnya, ayah mulai mengingatkan. Tidak lepas disitu saja. Dalam mendidik kami, ayah tidak pernah memperlihatkan sifat tercela. Hendak beradu argumen dengan ibu saja di depan kami, ayah langsung menahannya. Jika kami “tangkap,” ayah khawatir jika kami kelak mencontohnya.

Di kesempatan lain, ayah akan memberikan contoh untuk menjalankan ibadah tepat waktu. Makan dan minum harus duduk – jangan berdiri. Ayah akan disiplin bangun pagi. Setiap pulang bekerja ayah menaruh sepatu di tempatnya. Oleh karenanya, saat ada diantara anak-anaknya sembarang menaruh sepatu atau seragam sepulang sekolah di sore hari, ayah langsung mengingatkan kami dengan lembut. Lagi-lagi, ayah tidak marah.

Ayah bukan cuma role model bagi kami – anak-anaknya, tetapi juga bagi warga lain. Saat ada kerja bakti di lingkungan rumah, ayah tidak langsung memerintah warga yang lain. Namun, ayah ikut terjun langsung membersihkan got dan anak sungai yang kotor. Walaupun ayah seorang Ketua RT, lelaki gagah itu tidak pernah main tunjuk atau main perintah. Tidak mengherankan, jika ayah selalu dipercaya warga untuk memegang jabatan di lingkungan rumah. Yang paling lama, ayah pernah menjadi Ketua RT selama 12 tahun. Mungkin, jika ayah tidak meninggal, sampai sekarang ayah masih dipercaya menjadi Ketua RT. Belum jabatan lainnya yang ayah emban. Semuanya > 5 tahun.

Mengapa ayah dipercaya memegang jabatan di lingkungan rumah? Jawabannya adalah ayah selalu berada di baris terdepan sebagai pemberi contoh. Dalam kegiatan apapun. Tidak pernah main tunjuk atau main suruh. Sama halnya dalam membina keluarganya. Ayah pun berlaku demikian.

Memberi Hadiah dan Hukuman
Ada satu cara unik yang ayah lakukan dalam menciptakan keluarga yang harmonis. Lantaran ayah akan memberikan hadiah kepada anak yang melakukan perbuatan positif sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Meski hadiahnya tidak mewah dan mahal, tetapi itu menjadi motivasi bagi kami untuk berlomba-lomba meraih hadiah tersebut. Sebaliknya jika ada yang melanggar, ayah akan memberi hukuman. Tentunya hukuman yang diberikan tidak kasar dan tidak menyakitkan sang anak. Bagi ayah, menerapkan cara ini adalah bentuk kepatuhan.

Sebagai keluarga muslim, saat puasa adalah waktu yang tepat bagi ayah memberi hadiah kepada setiap anaknya. Caranya, siapa yang menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, akan mendapatkan 2 potong baju. Sementara yang tidak penuh puasanya, hanya mendapat 1 potong baju.

Atau dalam hari biasa, karena kami keluarga muslim, setiap malam ayah akan mengumpulkan kami di ruang keluarga. Ayah akan meminta kami menyetor beberapa ayat di dalam AlQuran yang telah diperoleh di bangku Taman Pendidikan AlQuran. Siapa yang paling banyak hafalannya, akan lebih besar porsinya mendapatkan uang jajan. Jika sudah begitu, kami akan saling berlomba-lomba. Ayah pun makin semangat mendengarkan kami mengaji. Kembali ayah bilang, dengan cara ini, secara tidak langsung menanamkan bekal agama ke dalam diri anak. Sehingga anak tidak akan mudah terkontaminasi dengan kegiatan menyimpang yang terjadi di luar sana.

Sebenarnya masih banyak pola ayah membangun keluarga. Tetapi itulah cara ayah yang paling melekat di benak saya dan kini saya aplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, guna mewujudkan sebuah pembangunan keluarga yang kokoh, tentu peran orangtua adalah yang paling utama. Jadilah orangtua yang tiada dua. Bukan sekadar memberi nafkah saja, tetapi lebih dari itu. Membentuk karakter yang kuat kepada anak tidaklah kalah penting. Jika setiap orangtua memahami itu, tidak diragukan lagi. Indonesia akan menjadi negara yang harmonis dan maju. Lantaran setiap warganya telah dibekali dengan karakter-karakter kuat lewat sebuah didikan di dalam keluarga.

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Ngobrol Asik..

Followers