Pulau Kemaro, Menyimpan Bermacam Hal Unik

Meski saya lama tinggal Palembang, jujur saya belum pernah menginjakkan kaki ke Pulau Kemaro. Selama ini, saya hanya bisa mendengar cerita dari teman atau kerabat bahwa di Pulau Kemaro itu ada pagoda dengan bentuk yang unik. Ada pula Pohon Jodoh. Makanya, ketika perayaan Cap Go Meh awal Februari 2012 silam, saya menyempatkan diri untuk mengunjunginya. Saya ingin sekali melihat dari dekat bagaimana bentuk pagoda dan pohon jodoh itu.

 Pulau Kemaro

Ahad, 05 Februari 2012 

Tepat pukul 09.15 WIB, saya dan warga lainnya memulai perjalanan dari Dermaga Gudang Garam, Kelurahan 16 Ilir Palembang. Dengan menumpangi kapal tongkang, akhirnya sang kapten membawa kami menuju ke Pulau Kemaro. Perlahan semakin perlahan tongkang berjalan pelan membelah Sungai Musi. Semilir angin tak bosan-bosannya menerpa wajah saya.

Selama menuju perjalanan, pengunjung dihibur dengan iringan musik orgen. Beragam jenis dan lagu dibawakan. Ada lagu pop, dangdut hingga lagu mandarin. Selama itu pula, saya tak henti-hentinya memainkan kamera saya untuk mengambil gambar-gambar berupa bangunan lama yang ada di pesisir Sungai Musi, seperti PT Pusri, Masjid Lawang Kidul, Bagus Kuning, Pelabuhan Boom Baru, dan lain sebagainya.

Berselang sekitar setengah jam kemudian, tongkang pun mulai merapat. Saya dan warga mulai berhamburan. Tentunya, bagi umat Buddha mereka langsung melakukan ritual (sembahyang). Sedang agama diluar itu, hanya bisa melihat-lihat berbagai acara yang telah disuguhkan oleh panitia. Untuk membunuh rasa penasaran yang telah lama bersemayam di benak saya, saya pun langsung melangkahkan kaki di mana pagoda berada.

Pagoda

Ketika tiba di sana, hmmm… saya sempat terperangah. Bentuk dan ornamennya benar-benar eye catching. Saya perhatikan lamat-lamat bentuk dan ornamennya. Warna pagoda didominasi oleh warna merah terang dan kuning dibalut dengan arsitektur China – Palembang – Jawa – Arab – India. Jumlah lantainya ada sembilan. Di sisi kanan-kiri pada tangga pagoda terdapat patung naga dengan mulut menganga. Di samping pagoda, bertengger pula patung Buddha berukuran besar berwarna kuning keemasan.

Ketika saya hendak mengambil gambar pagoda dari tepi Musi, tak sengaja mata saya tertuju pada beberapa patung Buddha ukuran serupa yang ada di tepi sungai. Bentuknya juga unik dan menarik hati. Setelah hasrat saya terpenuhi untuk melihat dari dekat dan take picture pagoda tersebut, saya pun bergegas menuju Pohon Jodoh yang letaknya tak jauh dari pagoda.

Pohon Jodoh

Sesampainya di sana, saya sempat kecewa. Pasalnya saya tak bisa melihat dan mengamati Pohon Jodoh dari dekat lantaran pohon ini telah dipagari oleh pengelola Pulau Kemaro. Menurut saya, Pohon Jodoh ini adalah sebuah pohon beringin yang memiliki banyak dahan dan ranting yang dipenuhi daun yang lebat. Konon, setiap pasangan yang mengukirkan nama di pohon itu, diyakini bisa langgeng – bahkan akan sampai menuju ke pelaminan. Tak heran ketika saya ada di dekat pohon itu, banyak pasangan muda-mudi Tionghoa yang ikut memadati sambil berfoto ria.

Wayang Orang

Dari sana, saya kemudian melihat berbagai pertunjukan yang telah disediakan oleh panitia. Saya berjalan dari satu panggung ke panggung untuk melihat pertunjukan-pertunjukan itu. Ada pertunjukan wayang orang, musik, barongsai, dan lain sebagainya. Dan tak lupa, saya telah siap dengan kamera untuk mengabadikan pertunjukan “langkah” itu. Tak hanya itu, retina saya pun menangkap deretan warga yang menjual bermacam cinderamata dan aksesoris bagi para pengunjung pulau.

Penjual Aksesoris dan Cinderamata

Suasana pun semakin lengkap dengan banyaknya hiasan lampu lampion berwarna merah terang dari ukuran terkecil hingga ukuran terbesar yang tergantung-gantung. Mungkin kalau dihitung-hitung, jumlahnya bisa mencapai 500 buah bahkan lebih. Belum lagi keberadaaan pepohonan nan hijau menjulang tinggi di pulau ini, membuat suasana pagi menjelang siang tetap terasa nyaman.

Puas berkeliling, saya pun istirahat sebentar sambil menikmati pempek dan es tebu yang dijual oleh pedagang di sana. Saya lirik jam yang melingkari pergelangan tangan saya. Jarum pendeknya hampir merapat ke angka satu. Tak terasa hampir empat jam saya berada di Pulau Kemaro. Namun ketika saya hendak berjalan pulang menuju tongkang berlabuh, saya sempat melihat batu yang bertuliskan sejarah singkat Legenda Pulau Kemaro. Sebenarnya saya telah tahu legenda tersebut dari berbagai sumber, namun sebagai manifestasi saya terhadap legenda tersebut, saya tak mau ketinggalan untuk mengabadikannya dengan memotonya.

Di batu itu, tertulis jelas bagaimana legenda terbentuknya Pulau Kemaro. Cerita bermula ketika seorang pemuda Tiongkok bernama Tan Bun An mempersunting seorang Putri Kerajaan Palembang, Siti Fatimah. Setelah itu, Tan Bun An mengajak Siti Fatimah ke Tiongkok untuk menemukannya degan kedua orangtuanya. Pulang dari sana, mereka lalu diberi hadiah berupa 7 buah guci berisi emas yang di atasnya ditutupi dengan sayur-sayuran. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi para pembajak selama di perjalanan.

Legenda Pulau Kemaro

Sesampai di tengah perairan sungai Musi, lantas Tan Bun An memeriksa 7 guci tersebut. Namun alangkah marah bercampur kecewa Tan Bun An ketika mengetahui bahwa isi guci itu adalah sayur-sayuran. Tak menunggu lama, Tan Bun An kemudian membuang sayur dan guci tersebut ke sungai. Ketika guci yang terakhir hendak dibuang, guci tersebut terhempas pada dinding kapal dan pecah berantakan sehingga terlihatlah kepingan emas yang ada didalamnya. Tan Bun An pun menyesal, lalu ia terjun ke dalam sungai untuk mencari kembali guci-guci tersebut. Namun sayang, Tan Bun An tidak muncul lagi.

Melihat akan hal itu, Siti Fatimah menjadi sedih. Maka ia pun memutuskan untuk menyusul ke dalam sungai untuk mencari Tan Bun An. Namun sebelum terjun, Siti Fatimah sempat mengatakan, bahwa bila ia tidak berhasil menemukan kekasih tercinta dan bila suatu saat ada gundukan tanah yang muncul dari dalam dasar sungai ini, maka di sanalah kuburan saya. Dan ternyata benar, tiba-tiba dari bawah sungai timbul gundukan tanah yang akhirnya sekarang diyakini oleh warga setempat menjadi Pulau Kemaro.

Ada sebuah kenangan yang tak terlupakan ketika saya hendak pulang menuju Dermaga Gudang Garam, 16 Ilir Palembang. Di tengah perjalanan, tongkang yang saya tumpangi nyaris menabrak kapal pengangkut batu bara. Semua penumpang menjerit ketakutan. Tapi beruntung, sang kapten bisa mengatasinya. Akhirnya saya dan warga yang lainnya pun bisa pulang dengan selamat meski kaos yang saya kenakan dibanjiri keringat. Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.

Yupz, itulah sepenggal cerita saya di Pulau Kemaro. Pulau yang menyimpan berbagai hal unik. Pulau yang benar-benar memesona lagi menakjubkan. Benar kata teman saya di pulau Jawa, tak lengkap jika berkunjung ke Palembang tidak menyantap kapal selam dan menikmati keindahan Pulau Kemaro.

1 comments:

ervin said...

bermanfaat bnget... kebetlan da tgs nih bang.. makasih

Post a Comment

Blog Archive

Ngobrol Asik..

Followers